BAB
I
PENDAHULUAN
Latar
Belakang
Pendidikan
yang secara luas dikenal di masyarakat adalah pendidikan dalam arti formal, yaitu pendidikan
yang diterima oleh peserta didik melalui pendidik dan biasanya dilakukan pada
suatu lembaga atau institusi. Dengan kata lain, esensi pendidikan (usaha sadar)
mengandung makna suatu proses transaksional yang intensional, terjadi di lingkungan (sosial
budaya) berstruktur yang disebut sekolah atau sejenisnya. Secara fenomenologis,
Langevelt (1952) mengatakan bahwa pendidikan itu pada hakikatnya merupakan
bantuan yang diberikan seseorang kepada orang lain yang sedang berusaha
mencapai kedewasaannya dalam arti normatif dengan menggunakan cara berupa alat,
bahasa, media.
Kata reform biasanya identik
dengan pengertian improvement of what is bad or corrupt sedangkan reformation
biasanya mengacu pada the act or reforming : the state of being reformed.
Secara sosiologis konsep social reform didefinisikan sebagai kebijaksanaan
politik dan sosial yang dijalankan dalam rangka mengatasi masalah sosial. Reformasi sosial
bertujuan menata kembali struktur sosial masyarakat Indonesia melalui
kajian ulang.
Dalam peningkatan kualitas sumber daya
manusia. Pendidikan memegang peran yang penting. Sumber daya manusia yang
sesuai dengan kebutuhan pembangunan bangsa hanya akan lahir dari sistem
pendidikan yang berdasarkan filosofis bangsa itu sendiri. Sistem pendidikan
cangkokan dari luar tidak akan mampu memecahkan problem yang dihadapi bangsa
sendiri. Oleh karena itu, upaya untuk melahirkan suatu sistem pendidikan
nasional yang berwajah Indonesia dan berdasarkan Pancasila harus terus
dilaksanakan dan semangat untuk itu harus terus menerus diperbaharui. Pada
point inilah pendidikan sangat ditekankan untuk reformasi sosial.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Esensi Reformasi Sosial
Peran
pendidikan sebagai agen atau instrument perubahan atau reformasi sosial telah
diakui secara luas, sejak dulu hingga hari ini. Perubahan sosial dapat terjadi ketika manusia membutuhkan
reformasi sistem sosial yang ada atau ketika jaringan lembaga sosial gagal memenuhi kebutuhan masyarakat yang ada,
dan ketika informasi baru menyarankan cara yang lebih baik untuk memenuhi kebutuhan
umat manusia. Perubahan sosial muncul
sebagai respon terhadap berbagai jenis perubahan yang terjadi dalam lingkungan
social dan nonsosial.
Lembaga
pendidikan dan guru merupakan agen perubahan sosial. Peran ini sangat jelas pada masyarakat demokratis dan egaliter.
Pada pemerintahan dan masyarakat yang otoritarian, lembaga pendidikan dan guru
seseringnya diperalat untuk menunjukan suatu cara hidup yang dikehendaki oleh
penguasa dan kekuatan masyarakat. Karenanya, guru dan siswa, termasuk lembaga
pendidikan itu sendiri lebih merupakan alat control sosial daripada instruman perubahan sosial.
Lembaga
pendidikan atau sekolah saat ini umumnya merupakan sebuah lembaga independen.
Lembaga pendidikan sekolah telah memainkan peran penting, terutama dalam mempersiapkan jalan bagi pengembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi untuk ditransformasikan kepada para siswa.
Lembaga pendidikan dan sekolah telah membawa perubahan yang fenomenal dalam
setiap aspek kehidupan manusia.
Suatu lembaga
pendidikan terbagi atas dua sistem yakni sistem pendidikan modern dan sistem pendidikan tradisional. Pendidkkan tradisional
dimaksudkan untuk menjadikan masyarakat statis, tidak berubah. Sebaliknya
pendidikan modern tidak menempatkan banyak penekanan pada tranmisi cara hidup
terhadap siswa. Pendidikan saat ini bertujuan untuk mentransmisikan
pengetahuan, mengembangkan keterampilan dan menata sikap siswa agar berada
dalam koridor perilaku sosial yang
ideal.
Pada sisi
lain, ada hubungan yang kuat antara dunia usaha dan institusi pendidikan
modern. Sejarawan pendidikan telah menjelaskan bagaimana sekolah sangat dibentuk
oleh pengaruh pemimpin bisnis dan pendidik yang mengadopsi teori-teori dan
teknik dari bidang masyarakat ekonomi.
B.
Pendidikan sebagai Investasi Sosial
Pendidikan adalah sebuah investasi, meski tidak sama dengan investasi
fisik. Investasi yang dimaksudkan di sini tidak terpisahkan dengan upaya
reformasi atau perubahan social. Orang tua atau masyarakat yang membelanjakan
uangnya untuk pendidikan anak-anaknya pada hakikatnya adalah menanamkan uang
sebagai salah satu bentuk investasi masa depan.
Dewasa kini, tak jarang pola manajemen dari sebagian sekolah masih
memakai sistem tradisional, demikian dengan cara guru mengajar. Cenderung
guru sebagai pusat pelaku pendidikan, dan masih sering diadakannya hukuman
fisik guna memberikan sikap jera bagi murid. Namun semestinya guru sebagai
fasilisator, dan tidak perlu memakai hukuman fisik yang tidak hanya membuat
murid jera terlebih takut. Kemampuan manajemen merupakan pilar utama kemajuan
organisasi persekolahan, termasuk kapasitasnya dalam menerapkan filosofi
pengendalian mutu terpadu.
Institusi pendidikan
dengan segala
komunitas yang ada di dalamnya perlu melakukan
reformasi diri untuk menjawab tekanan dunia kerja yang makin selektif dalam
menerima jumlah dan jenis lulusan yang mereka butuhkan. Tekanan-tekanan tersebut menjadikan pendidikan cenderung
menjelma sebagai lembaga industri. Faktor-faktor yang menyebabkan
pendidikan cenderung menjelma sebagai industri, diantaranya adalah :
a. Membutuhkan
modal finansial yang amat besar
b. Membutuhkan
instrumen teknologi
c. Mensyaratkan
system informasi yang kuat
d. Terjadi
sistem transformasi,
mulai dari masukan, proses, dan luaran
e. Terdapat
nilai ekonomi sebagai hasil dari tranformasi pengetahuan oleh sekolah
f. Menerapkan
system prestasi, terutama di sekolah-sekolah swasta
g. Siswa
dipandang sebaga masukan mentah yang harus dijadikan subjek untuk menjadi
keluaran yang bermutu,
h. Lulusan
pendidikan dipasarkan ke pasar kerja
i.
Guru dan karyawan makin
memassal
j.
Intitusi pendidikan
hanya akan eksis dan diserbu customer jika menggaransi mutu
k. Ada
jam kerja minimum bagi guru.
Lembaga sekolah, mulai dari sekolah
dasar hingga perguruan tinggi, harus mampu berkompetisi dengan lembaga sejenis
untuk memacu mutu yang dikehendaki. Sejalan dengan itu, lulusan pun harus
berkompetisi untuk dapat memasuki sector pekerjaan atau kegiatan yang makin
kompetitif.
Setidaknya pada pendidikan jenjang
sekolah dasar dan sekolah menengah pertama, anak-anak bersekolah cenderung
tidak dipandu oleh dimensi-dimensi itu, apalagi jenis pendidikan ini termasuk
dalam skema wajib belajar.
Ada dua versi hipotesis yang berkaitan
dengan pembiayaan pendidikan. Pertama, penghasilan menyeluruh yang akan diperoleh sebagai nilai
tambah hasil pendidikan dapat diprediksikan dengan menghubungkan biaya sendiri
dengan keuntungan yang diharapkan di masa yang akan datang, yaitu dengan mengkalkulasikan
rasio modal dengan
keuntungan yang diharapkan. Kedua, pendapatan yang akan diperoleh melalui
keahlian pada bidang bidang khusus dapat diprediksikan.
Menurut John Dewey, agenda
utama pendidikan (education) secara fungsional adalah membentuk
komunitas-komunitas sosial ideal sebagai bagian dari proses transformasi
pendewasaan peserta didik, apa pun bentuk dan seperti apa pun ragam pendidikan
itu dikemas.
C.
Pendidikan dan
Metamorfosis Sosial
Polarisasi standar keberhasilan
dan kriteria pekerjaan ideal di mata lulusan pendidikan serta memuncaknya
angka-angka pengangguran terdidik di negara-negara berkembang termasuk
Indonesia, bahkan juga di negara-negara maju, terutama sejak tahun 1980-an,
membuat infrastruktur pendidikan harus ditata dengan ancangan terpadu. Penataan
pendidikan hingga mencapai tingkat mutu tertentu merupakan ciri khas lembaga
ini sebagai wahana perubahan dan transformasi sosial. Dengan demikian telah
lahir keasadaran akan keterpaduan perencanaan pendidikan dengan perencanaan
ketenagakerjaan nasional harus menjadi prioritas, meskipun aplikasinya tidak
sederhana.
Lembaga pendidikan juga harus
menanamkan paham kepada anak mengenai perlunya, dibangkitkan mental ketidaktergantungan
terhadap tatanan sosial dan ekonomi yang sudah mapan. Anak-anak masa depan
harus makin bermental mandiri dan berdaya saing tinggi. Reformasi sosial tidak
mungkin terwujud tanpa dibarengi dengan reformasi psikologis, seperti kesiapan
bersaing dan mental mandiri.
Pendidikan merupakan usaha
sadar sebagai proses kemanusiaan yang berlangsung sejalan dengan modernitas
peradaban. Kesadaran akan proses kemanusian “selalu bermetamorfosis” bukan
sekedar “bermetamorfosis” selayaknya istilah yang dikenal dalam biologi. Namun
frasa tersebut mengandung makna bahwa peradaban dan keberadaan manusia
mengalami proses menuju kemenangan yang kontinyu. Metamorfosis kesadaran
manusia itu dimaksudkan untuk menuju kesejatiannya dari generasi ke generasi.
Pada kehidupan keseharian, kita
mengenal individu yang terus hidup, dipersonifikasi sebagai terus hidup, dan
dirasakan sebagai terus hidup. Bahkan, sebagian orang tak peduli apakah
pengukir sejarah itu masih hidup atau tidak, karena yang lebih utama adalah
ajaran, teori, atau temuan yang dihasilkannya tetap hidup. Seperti Soekarno, presiden pertama Indonesia.
Meskipun kini beliau tidak lagi hidup di dunia, namun bagi rakyat Indonesia,
jasa beliau akan selalu terkenang. Definisi tersebut menjelaskan bahwa betapa
pendidikan mengambil peran penting dalam proses pemberian nilai tambah kepada
individu dan masyarakat. Penjelasan akan nilai seseorang dikaitkan dengan
karakteristik nilai tambah yang dapat disumbangkan oleh pendidikan.
Terdapat tiga identifikasi
pendekatan pokok mengenai pendidikan dan bursa tenaga kerja. Pertama,
pendekatan yang mendasarkan pada argumen bahwa sistem pendidikan itu sendiri
beroperasi sehingga dapat menambah kemampuan kognitif seseorang. Kedua,
pendekatan yang mengargumenkan bahwa sekolah dapat efektif dalam mengubah
perilaku seseorang. Karena pendekatan ini, sekolah-sekolah harus
diorganisasikan secara efektif dan efisien, sehingga sekolah-sekolah yang mampu
memenuhi tuntutan pasarlah yang akan menjadi pilihan orang tua. Menurut Dianne
Massel, terdapat tujuh faktor yang membuat orang tua cenderung memilih sekolah
tersebut, diantaranya : pengetahuan dan keterampilan guru, motivasi siswa,
materi kurikulum, kualitas dan tipe orang yang mendukung proses pembelajaran di
kelas, kuantitas dan kualitas interaksi para pihak sekolah, sumber-sumber
material, dan, organisasi sumber-sumber sekolah pada tingkat Dinas Diknas dan
sekolah tersebut. Ketiga, pendekatan yng secara langsung mempertanyakan
pandangan bahwa melalui pendidikan dan usaha mendorong perkembangan baik
kemampuan kognitif maupun potensi kemampuan produktivitas seseorang akan
terdongkrak.
D.
Intervensi Terhadap
Pendidikan
Dunia pendidikan tentu menghadapi banyak tekanan ketika
memainkan perannya sebagai agen perubahan sosial. Pada tataran internal
kelembagaan, kinerja guru, kepala sekolah yang belum optimum, layanan tata
usaha dibawah standar, dan motivasi belajar siswa yang sebagian masih buruk
tentu memicu tekanan bagi sekolah sebagai institusi pendidikan. Namun
demikian,hampir semua orang menerima peran sekolah dalam melayani kebutuhan
industri dan perdagangan. Filosofisnya adalah setiap orang tua menginginkan
anaknya menjadi siap untuk meniti karir yang sukses. Dan akhirnya, masyarakat
pun memuja altar perekonomian.
Transformasi sosial juga dipicu oleh pertumbuhan sektor
industri. Sektor industri memerlukan kehadiran orang-orang yang berpendidikan,
ditandai dengan penguasaan ilmu pengetahuan, teknologi, etos kerja, dan
keterampilan tingkat tinggi. Oleh karena itu, peran pendidikan di sini sangat
dibutuhkan. Pendidikan yang dirancang untuk melatih orang mengambil peran
sempit di tempat kerja. Namun peran pendidikan sesungguhnya ialah memungkinkan
individu menjadi manusia yang mampu hidup seutuhnya. Kedua peran ini tentu
meiliki arti yang sangat berbeda.
Terdapat beberapa model pendidikan dan
karakteristik-karakteristik manusia seperti apa yang dikehendaki. Terdapat
empat kualitas penting yaitu :
1.
Pembelajaran
ekperiensial
Pembelajaran
disini dimaksudkan lebih dari sekedar memperoleh pengalaman, lebih dari sekadar
standarisasi oleh sekolah.
2.
Pengembangan
masyarakat
Siswa,
guru, dan orang tua yang terlibatdi sekolah merupakan komunitas yang memiliki
kebersamaan rasa. Sebuah sekolah yang berorientasi kepada “kemitraan”
nilai-nilai akan memperlihatkan hierarki “aktualisasi” (struktur kerja yang
memberdayakan setiap individu untuk menyadari potensi) daripada hierarki
tradisional yang menonjolkan dominasi.
3.
Peduli pada
kehidupan kejiwaan
Pendidikan
harus membangun rasa hormat terhadap dimensi atau rohaniah siswa. Siswa
didorong untuk bertanya makna hidup dan eksistensi kehidupan. Idealnya hal ini
melibatkan pengajaran pola agama atau nilai-nilai agama yang eksplisit.
4.
Melek ekologis
Sebuah
lingkungan belajar tentu memiliki hubungan yang erat dengan lingkungan. Kebun
sekolah, kebersihan ruang, bunga hias, dan lain-lain merupakan salah bentuk
suasana alam yang memungkinkan siswa menjadi melek ekologis.
E.
Perubahan Sosial
Progresif
Transformasi sosial terus
berlangsung dengan empat pola utama. Pertama, transformasi sosial yang
berlangsung ke arah regresif atau mengalami kemunduran dalam takaran
nilai-nilai budaya yang diwarisi dan bernilai baik dimata masyarakat. Kedua,
transformasi sosial yang berlangsung secara stagnan dan kalau pun ada, muncul
dan sangat sedikit. Ketiga, transformasi sosial yang maju pesat dilihat dari
perolehan pengetahuan, keterampilan, sikap atas kemajuan pembangunan pada
umumnya. Keempat, transformasi sosial yang maju pesat untuk kemudian mengalami
kemunduran. Untuk terwujudnya keempat pola ini disumbang oleh institusi
pendidikan dengan segala sumber daya yang ada di dalamnya. Lembaga terkadang
diserbuanimo setiap saat, namun dicaci pada waktu bersamaan.
Ketika reformasi sosial
mengalami kemunduran diperlukan strategi untuk mengindentifikasi penyebab
secara efisien untuk mengubah kondisi ini. Ini adalah nilai inti dari perubahan
sosial progresif. Disinilah perlunya perubahan pengorganisasian sosial,
perubahan yang dimaksud ialah
1.
Membangun
masyarakat yang cekatan dan tanggap atas kondisi yang ada.
2.
Perubahan sikap,
perilaku, kesadaran hukum, dan kebijakan institusi untuk lebih mencerminkan
nilai-nilai inklusi, keadilan, keberagaman dan kesempatan.
3.
Menekankan pada
akunbilitas dan responsif antarinstansi yang terlibat dalam kebijakan dalam pendidikan.
4.
Memperluas makna
dan praktik demokrasi dengan melibatkan orang-orang paling dekat dengan masalah
sosial.
5.
Membangun kontrol
sosial dan politik untuk menghindari distorsi manajemen kenegaraan, terutama
pada sektor pendidikan.
6.
Membangun daya
kompetensi pada masyarakat dan kalang terdidik, sehingga lahir dan membudaya
sistem meritokrasi yang egaliter dan beradab.
Perubahan sosial
progresif diidealisasikan dengan demokratis. Praktik terbaik untuk ini adalah
tanpa menafikan orang-orang dengan latar belakang ras dan etnis, agama, tingkat
sosial dan ekonomi, posisi di masyarakat, kemampuan dan keterampilan, usia dan
sebagainya. Ketika sejumlah besar organisasi bekerja sama menuju tujuan
bersama, itu adalah gerakan transformatif sejati, dimana mental untuk maju,
penguasaan ilmu pengetahuan, teknologi, dan keterampilan merupakan kunci utama.
Pendidikan sebagai
agen transformasi sosial memang mendapatkan banyak sorotan. Diantaranya sekolah
telah gagal melakukan reformasi sosial, yang diasumsikan karena guru yang
kurang berkualitas, manja dan berbudaya nepotisme. Namun Emile Durkheim
berpendapat bahwa pendidikan dapat direformasi hanya jika masyarakat itu
sendiri yang direformasi. Dan jika melihat pendapat Durkheim, tindakan mengecam
rendahnya kualitas pendidikan merupakan cerminan masyarakat menyalahkan dirinya
sendiri. Oleh karena itu lebih baik berpikir positif terlebih dahulu, dengan
memuliakan kebudayaan sehingga kemungkinan masyarakat berpikir secara instan,
egosentris, dan antilingkungan sangat kecil.
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1.
Pendidikan untuk
reformasi sosial dapat dilakukan dengan melakukan perubahan sosial yakni
mengubah pandangan sikap manusia bahwa fungsi pendidikan sebagai investasi
sosial maupun metamorfosis sosial.
B. Saran
Hendaknya
masyarakat berpikir positif terlebih dahulu, dengan memuliakan kebudayaan
sehingga kemungkinan masyarakat berpikir secara instan, egosentris, dan
antilingkungan sangat kecil.
DAFTAR PUSTAKA
Danim, Sudarwan. 2011. Pengantar Kependidikan. Alfabeta : Bandung
LAMPIRAN
1.
Pertanyaan oleh
Susiana
Pendidikan sebagai
agen transformasi sosial memang mendapatkan banyak sorotan. Diantaranya sekolah
telah gagal melakukan reformasi sosial, yang diasumsikan karena guru yang
kurang berkualitas, manja dan berbudaya nepotisme.
Bagaimana cara menciptakan guru yang berkualitas dan mengantisipasi
Penyelesaian masalah:
Pada dasarnya untuk menciptakan
guru yang berkualias tersebut harus memiliki sifat yang dewasa, tidak manja dan
tidak nepotisme. Umumnya hal seperti tersebut di atas, akan dipelajari oleh
setiap guru baik di universitas maupun akademi-akademi yang telah mendidik guru
itu. Namun semua keadaan tergantung pada diri
masing-masing guru tersebut, guru tersebut tidak hanya harus menguasai materi
yang akan diajarkan tetapi guru itu juga
mampu menularkan ilmu yang ia ketahui kepada murudnya. Selain itu guru harus
tanggap pada kondisi disekitar , misalnya apabila
dalam mengajarkan materi tetapi muridnya kurang memperhatikannya atau muridnya
bosan, suntuk bahkan muridnya itu
ngantuk , guru tersebut harus mampu mengubah pola mengajarnya , misalnya dengan cara menciptakan pola bermain sambil
belajar, dengan begitu murid-murid pasti akan menjadi lebih semangat mengikuti
pelajaran.
2.
Pertanyaan oleh
Dhita Warantika
Pada penjelesan anda sebelumnya, pendidikan dibagi
menjadi dua sub, yakni pendidikan modern dan pendidikan tradisional. pada
bagian pendidikan tradisional, saya harap Anda jelaskan lebih detail dan
berikan contoh atas penjelasan Anda!
Penyelesaian masalah:
Suatu lembaga pendidikan terbagi atas dua sistem yakni sistem pendidikan modern dan sistem pendidikan tradisional. Pendidkkan tradisional dimaksudkan untuk menjadikan
masyarakat statis, tidak berubah. Sebaliknya pendidikan modern tidak
menempatkan banyak penekanan pada tranmisi cara hidup terhadap siswa. Pendidikan tradisional
menitikberatkan pada keadaan tetap. Umumnya yang terjadi, ialah pada keadaan di
pesantren. Namun saat ini jarang ditemukan. Namun pesantren yang dimaksud ialah
pesantren yang menutup diri dari perkembangan tekhnologi dan cenderung tetap
statis pada bidang tertentu.
3.
Pertanyaan oleh Domianus Ringansimpulja
Pada makalah Anda Bab Penutup,
Anda menjelaskan pada kesimpulan bahwa Pendidikan
untuk reformasi sosial dapat dilakukan dengan melakukan perubahan sosial yakni
mengubah pandangan sikap manusia bahwa fungsi pendidikan sebagai investasi
sosial maupun metamorfosis sosial. Yang ingin saya tanyakan ialah bagaimana
mengubah pandangan sikap manusia seperti yang telah Anda sebutkan di atas?
Penyelesaian masalah:
Sebenarnya, mengubah pandangan sikap manusia tentu sangat
sulit. Yang bisa kita lakukan saat ini ialah dengan memahamkan kepada orang lain,
sehingga pemikiran akan sedikit berubah. Seperti tentang investasi sosial, pada
umunya pada pedalaman tak jarang para orang tua yang melarang anaknya
bersekolah dan cenderung menyuruh bekerja. Karena tak mengerti bahwa dengan
menyekolahkan anak-anaknya, sesungguhnya orang tua telah menanamkan investasi
masa depan. Pada point inilah harus benar-benar dimengerti dan dipahamkan.
Sehingga dapat mengubah pandangan sikap manusia.
0 comments:
Post a Comment